Relevansi 4G dan Konferwil XVIII NU Jatim Untuk Review Program Kerja PCNU Situbondo

Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Miftachul Akhyar, menyampaikan Khutbah Iftitah dalam Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama di Pesantren Darussaadah, Lampung Tengah, pada Rabu (22/12/2021). Dalam khutbah tersebut, KH. Miftachul Akhyar menekankan pentingnya NU dalam menyikapi era Revolusi Industri 4.0 dengan konsep 4G. Konsep ini terdiri dari:

  1. Grand Idea: Visi misi Nahdlatul Ulama yang berperan sebagai instrumen untuk menyatukan langkah ke depan, baik secara struktural maupun kultural.
  2. Grand Design: Pengembangan program-program unggulan yang terukur.
  3. Grand Strategy: Intensifikasi penyebaran inovasi yang terencana dan terarah, serta distribusi kader-kader terbaik NU ke ruang-ruang publik.
  4. Grand Control: Penerapan sistem dan gerakan NU yang mampu menciptakan garis komando organisasi dari tingkat PBNU hingga Pengurus Anak Ranting (PAR).
sumber gambar : TVNU

Konferensi Wilayah (Konferwil) XVIII Nahdlatul Ulama Jawa Timur yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, resmi berakhir pada Sabtu (3/8/2024). Dalam konferensi tersebut, KH. Anwar Manshur terpilih sebagai Rais PWNU Jatim, dan KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin sebagai Ketua PWNU Jatim untuk masa khidmat 2024-2029. Selain itu, Konferwil juga menetapkan pokok-pokok Program Kerja Wilayah 5 tahun yang merujuk pada Garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama, serta memberikan rekomendasi terkait masalah keagamaan dan kemasyarakatan.

Ketua Badan Perencanaan dan Pengembangan (Bapenu) PCNU Situbondo, Andri Wibisono, memberikan pandangannya terkait relevansi konsep 4G dan hasil Konferwil XVIII NU Jatim dalam evaluasi Program Kerja PCNU Situbondo. Menurut Andri, konsep 4G yang dipaparkan KH. Miftachul Akhyar sejalan dengan kebutuhan NU Situbondo untuk menghadapi tantangan modernisasi.

“Grand Idea yang dikemukakan menjadi fondasi penting bagi kita di Situbondo. Visi dan misi harus menjadi pijakan kuat dalam menyatukan gerakan kita, baik di tingkat struktural maupun kultural,” ujar Andri.

Lebih lanjut, Andri menekankan pentingnya Grand Design dalam memastikan program-program unggulan NU Situbondo dapat terukur dan memiliki dampak yang signifikan. “Kita perlu memastikan bahwa setiap program yang kita jalankan terencana dengan baik dan dapat diukur hasilnya. Ini sejalan dengan amanah dari Konferwil XVIII yang menekankan program kerja yang berorientasi pada hasil,” tambahnya.

Terkait Grand Strategy, Andri melihat perlunya distribusi kader-kader terbaik NU Situbondo ke berbagai sektor publik untuk memperkuat pengaruh dan kontribusi NU di tengah masyarakat. “Dengan strategi yang tepat, kita bisa menempatkan kader-kader terbaik kita di posisi-posisi strategis, sehingga peran NU semakin dirasakan oleh masyarakat luas,” jelasnya.

Untuk Grand Control, Andri menegaskan pentingnya sistem pengawasan yang ketat dalam organisasi NU. “Pengawasan dan kontrol yang baik akan memastikan bahwa program-program yang dijalankan sesuai dengan garis komando yang telah ditetapkan, mulai dari PBNU hingga Pengurus Anak Ranting,” tuturnya.

Selain itu, Andri juga menyoroti perlunya keterbukaan dalam evaluasi program kerja. “Keterbukaan informasi, komunikasi, dan pengelolaan anggaran adalah kunci dalam evaluasi program. Dengan melibatkan mitra pentahelix—pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media massa—kita bisa mendapatkan masukan yang konstruktif untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi program kita,” ungkap Andri.

Dengan pendekatan ini, PCNU Situbondo dapat menentukan apakah program-program kerja yang ada layak untuk dilanjutkan, direvisi, atau dihentikan, demi mencapai hasil yang maksimal dalam mendukung visi dan misi Nahdlatul Ulama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *